Sebelum
kita berbicara tentang topik dan judul pembahasan ini, sebaiknya kita
mengenal beberapa pengertian istilah yang akan dipakai dalam pembahasan
ini.
A. Beberapa Pengertian
1. As-Sunnah
As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan.
Maka
As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah jalan yang
ditempuh dan dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam
serta para shahabat beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah ialah
orang-orang yang berupaya memahami dan mengamalkan As-Sunnah
An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan membelanya.
2. Al-Jama'ah
Menurut
bahasa Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamu' dengan arti
mengumpulkan yang tercerai berai. Adapun dalam pengertian Asyari'ah,
Al-Jama'ah ialah orang-orang yang telah sepakat berpegang dengan
kebenaran yang pasti sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits
dan mereka itu ialah para shahabat, tabi'in (yakni orang-orang yang
belajar dari shahabat dalam pemahaman dan pengambilan Islam) walaupun
jumlah mereka sedikit, sebagaimana pernyataan Ibnu Mas'ud radhiallahu
anhu : "Al-Jama'ah itu ialah apa saja yang mencocoki kebenaran, walaupun
engkau sendirian (dalam mencocoki kebenaran itu). Maka kamu seorang
adalah Al-Jama'ah."
3. Al-Bid'ah
Segala sesuatu yang baru
dan belum pernah ada asal muasalnya dan tidak biasa dikenali. Istilah
ini sangat dikenal dkialangan shahabat Nabi Rasulullah salallahu 'alaihi
wa sallam karena beliau selalu menyebutnya sebagai ancaman terhadap
kemurnian agama Allah, dan diulang-ulang penyebutannya pada setiap
hendak membuka khutbah. Jadi secara bahasa Arab, bid'ah itu bisa jadi
sesuatu yang baik atau bisa juga sesuatu yang jelek. Sedangkan dalam
pengertian syari'ah, bid'ah itu semuanya jelek dan sesat serta tidak ada
yang baik. Maka pengertian bid'ah dalam syariah ialah cara pengenalan
agama yang baru dibuat dengan menyerupai syariah dan dimaksudkan dengan
bid'ah tersebut agar bisa beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala
lebih baik lagi dari apa yang ditetapkan oleh syari'ah-Nya. Keyakinan
demikian ditegakkan tidak di atas dalil yang shahih, tetapi hanya
berdasar atas perasaan, anggapan atau dugaan. Bid'ah semacam ini terjadi
dalam perkara aqidah, pemahaman maupun amalan.
4. As-Salaf
Arti
salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan
dalam istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama
yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang
diambil langsung dari shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam, para
tabi'in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para
shahabat) dan para tabi'it tabi'in (kaum mukminin yang mengambil ilmu
dan pemahaman/murid dari tabi'in). istilah yang lebih lengkap bagi
mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus
shalih terhadap Al-Qur'an dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah.
Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian
pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.
5. Al-Khalaf
Suatu
golongan dari ummat Islam yang mengambil fislafat sebagai patokan
amalan agama dan mereka ini meninggalkan jalannya as-salaf dalam
memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits. Awal mula timbulnya istilah Ahlus
Sunnah wal Jama'ah tidak diketahui secara pasti kapan dan dimana
munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah mulai
depopulerkan oleh para ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai
bid'ah dikalangan ummat Islam.
Yang jelas wabah bid'ah itu mulai
berjangkit pada jamannya tabi'in dan jaman tabi'in ini yang bersuasana
demikian dimulai di jaman khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya juz 1 hal.84, Syarah
Imam Nawawi bab Bayan Amal Isnad Minad Din dengan sanadnya yang shahih
bahwa Muhammad bin Sirrin menyatakan, "Dulu para shahabat tidak pernah
menanyakan tentang isnad (urut-urutan sumber riwayat) ketika membawakan
hadits Nabi salallahu 'alaihi wa sallam. Maka ketika terjadi fitnah
yakni bid'ah mereka menanyakan, 'sebutkan para periwayat yang
menyampaikan kepadamu hadits tersebut.' Dengan cara demikian mereka
dapat memeriksa masing-masing para periwayat tersebut, apakah mereka itu
dari ahlus sunnah atau ahlul bid'ah. Bila dari ahlus sunnah diambil dan
bila ahlul bid'ah ditolak."
Riwayat yang sama juga dibawakan
oleh Khalid Al-Baghdadi dengan sanadnya dalam kitab beliau. Riwayat ini
memberitahukan kepada kita bahwa pada jaman Muhammad bin Sirrin sudah
ada istilah ahlus sunnah dan ahlul bid'ah. Muhammad bin Sirrin lahir
pada tahun 33 H dan meniggal pada tahun 110 H. kemudian istilah ini juga
muncul pada jaman Imam Ahmad bin Hambal (lahir 164 dan meninggal 241 H)
khususnya ketika terjadi fitnah pemahaman sesat yang menyatakan bahwa
Al-Qur'an itu makhluk, bertentangan dengan ahlus sunnah yang menyatakan
bahwa Al-Qur'an itu Kalamullah.
Fitnah terjadi di jaman
pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun Al-Abbasi. Imam Ahmad pada masa fitnah
ini adalah termasuk tokoh yang paling berat mendapat sasaran permusuhan
dan kekejaman para tokoh ahlul bid'ah melalui Khalifah tersebut. Mulai
saat itulah istilah ahlus sunnah wal jama'ah menjadi sangat populer
hingga kini. Jadi, istilah ahlu sunnah timbul dan menjadi populer ketika
mulai serunya pergulatan antara as-salaf dan al-khalaf, akibat adanya
infiltrasi berbagai filsafat asing ke dalam masyarakat Islam. Ahlus
Sunnah wal Jama'ah kemudian menjadi simbol sikap istiqamahnya (tegarnya)
para ulama ahlul hadits dalam berpegang dengan as-salafiyah ketika para
tokoh ahlul bid'ah meninggalkannya dan ketika berbagai pemahaman dan
amalan bid'ah mendominasi masyarakat Islam.
B. Dalil-Dalil Ahlus Sunnah wal Jama'ah
Mengapa
ahlu sunnah demikian bersikeras merujuk pada pemahaman para shahabat
Nabi salallahu 'alaihi wa sallam dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits?
Ini adalah pertanyaan yang tentunya membutuhkan dalil-dalil Al-Qur'an
dan Al-Hadits untuk menjawabnya. Ahlus Sunnah merujuk kepada para
shahabat dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits dikarenakan Allah dan
Rasul-Nya banyak sekali memberitahukan kemuliaan mereka, bahkan
memujinya. Faktor ini membuat para shahabat menjadi acuan terpercaya
dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai landasan utama bagi
Syari'ah Islamiyah.
Dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadits shahih
yang menjadi pegangan ahlus sunnah dalam merujuk kepada pemahaman
shahabat sangat banyak sehingga tidak mungkin semuanya dimuat dalam
tulisan yang singkat ini. Sebagian diantaranya perlu saya tulis disini
sebagai gambaran singkat bagi pembaca tentang betapa kokohnya landasan
pemahaman ahlus sunnah terhadap syariah ini.
1. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah kecintaan Allah dan mereka pun sangat cinta kepada Allah :
"Sesungguhnya
Allah telah ridha kepada orang-orang mukmin ketika mereka berjanji
setia kepadamu (Hai Muhammad) di bawah pohon (yakni Baitur Ridwan) maka
Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan
keterangan atas mereka dan memberi balasan atas mereka dengan kemenangan
yang dekat (waktunya).(Al-Fath:18)
Ayat ini menerangkan bahwa
Allah telah ridha kepada para shahabat yang turut membaiat Rasulullah
salallahu alaihi wa sallam di Hudhaibiyyah sebagai tanda bahwa mereka
telah siap taat kepada beliau dalam memerangi kufar (kaum kafir) Quraisy
dan tidak lari dari medan perang.
Diriwayatkan bahwa yang ikut
ba'iah tersebut seribu empat ratus orang. Dalam ayat lain, Allah
Sunahanahu wa Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, siapa di
antara kalian yang murtad dari agama-Nya (yakni keluar dari Islam)
niscaya Allah akan datangkan suatu kaum yang Ia mencintai mereka dan
mereka mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap kaum mukminin dan
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan
Alah dan tidak takut cercaan si pencerca. Yang demikian itu adalah
keutamaan dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki
dan Allah itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui."(Al-Maidah:54)
Ath-Thabari
membawakan beberapa riwayat tentang tafsir ayat ini antara lain yang
beliau nukilkan dari beberapa riwayat dengan jalannya masin-masing,
bahwa Al-Hasan Al-Basri, Adh-Dhahadh, Qatadah, Ibnu Juraij, menyatakan
bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah Abu Bakar Ash-Shidiq dan
segenap shahabat Nabi setelah wafatnya Rasulullah salallahu alaihi wa
sallam dalam memerangi orang yang murtad.
2. Para shahabat Nabi
salallahu alaihi wa sallam adalah umat yang adil yang dibimbing oleh
Rasulullah salallahu alaihi wa sallam.
"Dan demikianlah Kami
jadikan kalian adalah umat yang adil agar kalian menjadi saksi atas
sekalian manusia dan Rasul menjadi saksi atas kalian."(Al-Baqarah:143)
Yang
diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di ayat ini ialah para
shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam. Mereka adalah kaum mukminin
generasi pertama yang terbaik yang ikut menyaksikan turunnya ayat ini
dan generasi pertama yang disebutkan dalam ayat Al-Qur'an. Ibnu Jarir
Ath-Thabari menerangkan: "Dan aku berpandangan bahwasanya Allah Ta'ala
menyebut mereka sebagai "orang yang ditengah" karena mereka bersikap
tengah-tengah dalam perkara agama, sehingga mereka itu tidaklah sebagai
orang-orang yang ghulu (ekstrim, melampaui batas) dalam beragama
sebagaimana ghulunya orang-orang Nashara dalam masalah peribadatan dan
pernyataan mereka tentang Isa bin Maryam alaihi salam. Dan tidak pula
umat ini mengurangi kemuliaan Nabiyullah Isa alaihi salam, sebagaimana
tindakan orang-orang Yahudi yang merubah ayat-ayat Allah dalam kitab-Nya
dan membunuh para nabi-nabi mereka dan berdusta atas nama Allah dan
mengkufurinya. Akan tetapi ummat ini adalah orang-orang yang adil dan
bersikap adil sehingga Allah mensikapi mereka dengan keadilan, dimana
perkara yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling adil.
3. Para shahabat adalah teladan utama setelah Nabi dalam beriman
Ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
"Kalau
mereka itu beriman seperti imannya kalian (yaitu kaum mukminin)
terhadapnya, maka sungguh mereka itu mendapatkan perunjuk dan kalau
mereka berpaling mereka itu dalam perpecahan. Maka cukuplah Allah bagimu
(hai Muhammad) terhadap mereka dan Dia Maha Mendengar dan Maha
Mengetahui."(Al-Baqarah:137)
Ayat ini menegaskan bahwa imannya
kaum mukminin itu adalah patokan bagi suatu kaum untuk mendapat petunjuk
Allah. Kaum mukminin yang dimaksud yang paling mencocoki kebenaran
sebagaimana yang dibawa oleh Nabi salallahu alaihi wa sallam tidak lain
ialah para shahabat Nabi yang paling utama dan generasi sesudahnya yang
mengikuti mereka.
Juga ditegaskan pula hal ini oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Surat Al-Fath 29 :
"Muhammad
itu adalah Rasulullah, dan orang-orang yang besertanya keras terhadap
orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka. Engkau lihat mereka
ruku dan sujud mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya.
Terlihat pada wajah-wajah mereka bekas sujud. Demikianlah permisalan
mereka di Taurat, dan demikian pula permisalan mereka di Injil.
Sebagaimana tanaman yang bersemi kemudian menguat dan kemudian menjadi
sangat kuat sehingga tegaklah ia diatas pokoknya, yang mengagumkan orang
yang menanamnya, agar Allah membikin orang-orang kafir marah pada
mereka. Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari kalangan
mereka itu ampunan dan pahala yang besar."
Dan masih banyak lagi
ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah
dalam merujuk kepada para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam dalam
memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits. Tentunya dalil-dalil dari Al-Qur'an
tersebut berdampingan pula dengan puluhan bahkan ratusan hadists shahih
yang menerangkan keutamaan shahabat secara keseluruhan ataupun secara
individu.
Dari hadits-hadits berikut dapat disimpulkan bahwa :
1. Kebaikan para shahabat tidak mungkin disamai :
"Jangan
kalian mencerca para shahabatku, seandainya salah seorang dari kalian
berinfaq sebesar gunung Uhud, tidaklah ia mencapai ganjarannya satu
mud(ukuran gandum sebanyak dua telapak tangan diraparkan satu dengan
lainnya) makanan yang dishodaqahkan oleh salah seorang dari mereka dan
bahkan tidak pula mencapai setengah mudnya."(HR. Bukhari dan Muslim)
2. Para shahabat adalah sebaik-baik generasi dan melahirkan sebaik-baik generasi penerus pula :
"Dari
Imran bin Hushain radhiallahu anhu bahwa Rasulullah salallahu alaihi wa
sallam bersabda: 'Sebaik-baik ummatku adalah yang semasa denganku
kemudian generasi sesudahnya (yakni tabi'in), kemudian generasi yang
sesudahnya lagi (yakni tabi'it tabi'in). Imran mengatakan: 'Aku tidak
tahu apakah Rasulullah menyebutkan sesudah masa beliau itu dua generasi
atau tiga.' Kemudian Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda:
'Kemudian sesungguhnya setelah kalian akan datang suatu kaum yang
memberi persaksian padahal ia tidak diminta persaksiannya, dan ia suka
berkhianat dan tidak bisa dipercaya, dan mereka suka bernadzar dan tidak
memenuhi nadzarnya, dan mereka berbadan gemuk yakni gambaran
orang-orang yang serakah kepadanya'."(HR Bukhari)
3. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang pilihan yang diciptakan Allah untuk mendampingi Nabi-Nya :
"Rasulullah
salallahu alaihi wa sallam bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah memilih
aku dan juga telah memilih bagiku para shahabatku, maka Ia menjadikan
bagiku dari mereka itu para pembantu tugasku, dan para pembelaku, dan
para menantu dan mertuaku. Maka barang siapa mencerca mereka, maka
atasnyalah kutukan Allah dan para malaikat-Nya an segenap manusia. Allah
tidak akan menerima di hari Kiamat para pembela mereka yang bisa
memalingkan mereka dari adzab Allah."(HR Al-Laalikai dan Hakim, SHAHIH)
Dan
masih banyak lagi hadits-hadits shahih yang menunjukkan betapa
tingginya kedudukan para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam di
dalam pandangan Nabi.
Maka kalau Allah dan Rasul-Nya di dalam
Al-Qur'an dan Al-Hadits telah memuliakan para shahabat dan menyuruh kita
memuliakannya, sudah semestinya kalau Ahlus Sunnah wal Jama'ah
menjadikan pemahaman, perkataan, dan pengamalan para shahabat terhadap
Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai patokan utama dalam menilai kebenaran
pemahamannya. Ahlus sunnah juga sangat senang dan mantap dalam merujuk
kepada para shahabat Nabi dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits.
Posting Komentar